ANGGOTA PERPANI KOTA BEKASI - SK Nomor : Kep. 04/ Ang. -Pcb- Perpani- Ko. Bks./ VIII / 2015


Senin, 09 November 2015

ARCHERs in ACTION : DAKTA RADIO Live 7 November 2015




DIALOG SEPUTAR PANAHAN KOTA BEKASI
dipandu oleh Bang Dali dan dariPERPANI Kota Bekasi diwakili oleh 
BFA mas Arifin dan TRUST ARCHERY ACADEMY bang Buyung
Menyampaikan tentang Program PERPANI 2015 - 2019 terkait Pola Pembinaan, Promosi, Kejuaraan dan Pembentukan Club Memanah di wilayah Kota Bekasi, dengan harapan bahwa Olahraga Panahan mampu membawa nama baik Kota Bekasi dengan meraih Prestasi diberbagai kejuaraan.


TRUST ARCHERY ACADEMY
🎯SK PERPANI PENGCAB KOTA BEKASI
No. Kep.04/ Ang.-PCB- PERPANI- KO.BKS./ VIII/ 2015

🎯SERTIFIKASI PELATIH :
No. 013/ VII/ 2016 PERPANI PENGPROV DKI JAKARTA

Sabtu, 24 Oktober 2015

DOA ITU SEPERTI MEMANAH

Ibnul Qayyim rahimahullahu ta’ala mengatakan, orang yang berdoa persis seperti orang yang memanah. 
Pertama, perlu ada sasaran. 
Kedua, perlu ada panah yang kukuh, lurus. 
Ketiga, perlu ada tenaga atau kekuatan untuk menarik panah panah sehingga panahnya meluncur tepat pada sasarannya. 

Tiga syarat ini harus dimiliki seseorang yang ingin doanya dimustajabkan oleh Allah Ta’ala.

Syarat yang pertama, perlu ada sasaran. Maka, sasarannya adalah Allah. Hendaklah ia berdoa hanya kepada Allah Ta’ala, dan tidak berdoa kepada selain-Nya. Sebab, berdoa kepada selainnya adalah kelemahan dan kehinaan.
Syarat yang kedua, panah yang lurus yaitu doa yang datang dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang ada dalam Al-Qur’an dan Sunnah baginda. Sebab, kadang kala ada yang berdoa minta sesuatu, tapi kita tidak mengetahui apakah sesuatu itu baik buat dunia dan akhirat kita.
Syarat yang ketiga, kekuatan untuk menarik panah itu adalah dorongan kepentingan. Karena doa yang diterima oleh Allah Ta’ala adalah doanya orang yang benar-benar memerlukan, benar-benar menginginkan dan terdesak dengan terwujudnya keinginan tersebut.

Maka kata Ibnul Qayyim, “Tidaklah tercipta ketiga syarat ini, kecuali Allah Ta’ala akan kabulkan doanya”.

Kamis, 15 Oktober 2015

PEMANAH DI ZAMAN RASULULLAH

MEMANAH adalah satu di antara tiga olah raga yang dianjurkan Rasulullah SAW. yakni berkuda, berenang dan memanah.
Dalam sebuah hadits disebutkan keutamaan memanah, “Barangsiapa yang menembak satu panah kepada musuh baik kena atau tidak kena, pahalanya setara dengan memerdekakan budak.” (HR. Ibnu Majah 2286, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah)
Di zaman Rasulullah, ada banyak sahabat yang ahli dalam memanah. Karena keahlian ini, mereka mendapat kesempatan untuk turut serta berjuang ke medan perang.
1. Rafi bin Khadij RA
Usianya baru 15 tahun kala itu. Kaum muslimin tengah giat menyiapkan segala peralatan dan kekuatan menghadapi perang uhud. Salah satu perang paling menyejarah dalam perjuangan umat Islam. Tak hanya para lelaki dewasa yang antusias. Para remaja belia pun tak mau ketinggalan. Mereka bergegas mengambil peran dalam perjuangan Islam. Salah satunya adalah Rafi bin Khadij.
Khadij adalah nama sang ayah. Ialah yang menemui Rasulullah dan memohon agar putra kesayangannya diperkenankan ikut berlaga di medan perang. Khadij menyampaikan kemampuan yang dimiliki Rafi yakni memanah dan memainkan tombak. Saat bertemu Rasulullah, Rafi berdiri dengan berjinjit, itu ia lakukan agar terlihat lebih tinggi. Rasulullah mengamati dengan seksama kemampuan Rafi, sebelum akhirnya beliau mengizinkannya. Dalam Perang Badar, Rafi pernah meminta izin ikut, namun Rasulullah dengan tegas melarangnya.
Dalam perang Uhud tersebut Rafi terkena panah di dada, di bagian bawah ketiak. Darah mengucur dari lukanya, seraya menahan sakit ia mendatangi Rasulullah seraya berkata, “Wahai Rasulullah, tolonglah anak panah ini dicabut.”
Rafi berharap dengan bantuan Rasulullah lukanya lekas membaik dan ia bisa ikut meneruskan berperang. Rupanya Rasulullah memberikan pilihan yang tak biasa. Beliau berucap, “Hai Rafi, aku bisa mencabut panah ini beserta mata panahnya dan engkau akan segera sembuh. Tetapi jika engkau mau, aku akan mencabut panah ini dan meninggalkan mata panahnya di tubuhmu, dan aku akan bersaksi pada hari kiamat bahwa engkau mati syahid.”
Rafi memilih agar mata panah itu tetap di tubuhnya. Demikian hingga ia berpulang kepada Rabbnya pada zaman khalifah Muawiyah.
2. Sa’ad bin Abi Waqash
Sa’ad bin Abi Waqqash bin Wuhaib bin ‘Abdi Manaf berasal dari Bani Zuhrah. Ia merupakan paman Rasulullah dikenal sebagai sosok yang berani, kuat dan bersungguh dalam keimanan. Salah satu kegemaran dan keahlian Sa’ad bin Abi Waqqash adalah memanah.
Bukti kuatnya iman Sa’ad tercermin dalam kalimat, “Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan agamaku dan tidak akan berpisah darinya.” Tak heran ketika sang ibu memaksanya keluar dari Islam. Dalam kondisi lemah dan sakit, ibunya terus meminta agar Sa’ad keluar dari Islam. Berharap agar Sa’ad merasa iba dan keluar dari Islam. Namun ia tetap kukuh, “Wahai Ibu, demi Allah, andai engkau memiliki tujuh puluh nyawa yang keluar satu demi satu, maka aku tetap tidak akan meninggalkan agamaku untuk selama-lamanya.”
Sa’ad disebut sebagai orang pertama yang melemparkan anak panah dalam perjuangan di jalan Allah.
“Aku adalah orang ketiga yang paling dulu masuk Islam, dan aku adalah orang yang pertama kali memanah musuh di jalan Allah.” . Dia adalah orang ketiga yang paling dulu masuk Islam, dan orang pertama yang memanah musuh di jalan Allah.
Dalam sebuah peperangan, dengan keahlian memanahnya, ia mampu menewaskan banyak musuh. Setiap lemparan panahnya mengenai orang musyrik hingga tewas. Ia lalu mengambil anak panah lagi dan melemparkannya. Hal itu ia ulangi hingga beberapa kali. Demikianlah, hingga panahnya mampu membunuh banyak musuh. Sa’ad pun mengambil panahnya, kemudian berucap, “Ini adalah panah yang diberkahi Allah.” 

Islampos :Oleh: Eko Triyatno

Kamis, 24 September 2015

Pemanah Tercepat di Dunia Ini Terinspirasi dari Tentara Islam Jaman Dulu

Lars Andersen pemegang gelar pemanah tercepat di dunia ini berbagi video teknik-teknik memanah. Pria asal Denmark ini memang memiliki kemampuan memanah yang sulit untuk disaingi. 
Andersen memiliki kemampuan melesatkan 10 anak panah hanya dalam waktu 4,9 detik. Beragam posisi pun sanggup ia lakukan dengan tetap menjaga akurasi. Mulai dari berlari sambil melompat, berkendara hingga posisi terbalik kepala di bawah.



Dalam video yang telah dilihat oleh lebih dari 32 juta pemirsa Youtube, memperlihatkan betapa kecepatan dan keakuratan Andersen patut dicontoh. Tak disangka, kemampuan Andersen ini didapatkan dengan latihan panjang. Hal yang patut membuat malu kaum muslimin adalah ternyata Andersen ini terinspirasi dari sepak terjang para pemanah muslim jaman dulu.

"Saya menemukan sebuah teks sejarah yang menjelaskan bahwa Tentara Islam melawan Tentara Salib pada abad pertengahan bisa memanah dengan tiga anak panah dalam 1,5 detik. Hal itulah yang memotivasi saya untuk mempelajarinya," ujar Andersen, seperti dikutip Oddity Cenral, Selasa (19/11/2013).

Lars Andersen mengungkapkan dalam video berdurasi 5,51 menit tersebut bahwasanya manuskrip yang menginspirasinya itu menggambarkan sosok bernama At Thobari. Ia mendapatkan manuskrip itu dalam kumpulan manuskrip berjudul "Arabic Archery, An Arabic Manuscript Of About A.D. 1500. A Book On The Excellence Of The Bow And Arrow And The Description Thereof". Buku tersebut ditulis oleh Nabih Amin Faris dan Robert Potter Elmer. 

Kutipan yang menginspirasi Lars diberikan tanda yang terjemahannya adalah "(Teknik) Ini adalah tipe tembakan terbaik dan tidak ada di luar itu (yang menyaingin) dalam hal akurasi kekuatan".

Teks sebelumnya merupakan perkataan Al Tabari yang menyebutkan bahwa dirinya mampu melesatkan 15 anak panah dalam waktu yang cepat. Ke-15 anak panah itu dilesatkan dengan bergantian.

Jika dulu teknik memanah dapat dilakukan dengan menunggang kuda, kini Andersen juga mempraktikkan dalam video itu dengan mengendarai speda motor. Sebagai seorang muslim, tentunya teknik memanah harus dikuasai untuk menghadapi huru-hara akhir zaman.

Link video : https://youtu.be/BEG-ly9tQGk

Oleh : Destur Amd. Kep
Sumber : senyumperawat.com

Senin, 31 Agustus 2015

Saad bin Abi Waqqash : Pahlawan Qadisiyah yang Ahli Panah

KALA cahaya nubuwat mulai memancar di Makkah, Saad adalah seorang pemuda yang gagah, lembut hati, dan sangat berbakti kepada orang tua, terutama kepada ibunya. Di usianya yang masih belia, Saad memiliki jalan pikiran laiknya orang dewasa. Dia tak suka bermain-main seperti pemuda sebayanya.

Kegemarannya adalah pada peralatan perang, seperti bermain panah atau membetulkan busur dan menggunakan perisai, seakan-akan sedang bersiap-siap menghadapi perang besar. Dia juga benci menghadapi kebobrokan dan rusaknya kepercayaan yang melanda kaumnya. Dia menunggu datangnya sepasang tangan kokoh yang mampu membenahi umat yang hidup dalam kegelapan itu.

Dengan kehendak Allah yang senantiasa menghargai kemanusiaan, sepasang tangan yang penuh kasih sayang terulur. Tangan itu adalah tangan Muhammad bin Abdillah. Di dalam genggamannya, tercakup karunia Allah yang tak pernah rusak, yaitu Kitabullah.

Saad cepat sekali menyambut panggilan hidayah dan kebenaran itu. Bahkan beliau merupakan orang ketiga yang memeluk Islam. Beliau berkata, “Pada hari aku masuk Islam, tidak ada orang lain yang menyertaiku. Aku menanti seminggu lamanya, dan sesungguhnya aku ini sepertiga Islam (artinya, orang ketiga yang masuk Islam).”


Kerabat Rasulullah

Rasulullah sangat gembira dengan keislaman Saad bin Abi Waqqash. Sebab, dalam diri pemuda ini terdapat kecerdasan dan tanda-tanda kepahlawanan, seakan memberi pertanda bahwa bulan sabit akan segera menjadi bulat sempurna dalam waktu dekat. Selain itu, Saad juga masih terhitung keluarga Rasulullah. Saad berasal dari kabilah Zuhrah, sama dengan ibu Rasulullah. Beliau adalah anak dari paman Aminah (ibunda Rasulullah). Jadi, secara silsilah, Saad adalah paman Rasulullah, karena beliau adalah sepupu ibu Rasulullah.

Rasulullah sendiri sering membanggakan pamannya yang belia ini. Suatu kali, beliau tengah duduk di tengah kerumunan para sahabat. Melihat Saad datang, beliau berkata, “Ini pamanku. Setiap orang boleh menunjukkan pamannya masing-masing, bukan?” Tidak berlebihan kiranya jika Rasulullah membanggakan Saad. Beliau adalah orang yang berbudi luhur, akhlaknya mulia, lagi teguh imannya.

Terbukti, beliau menyertai suka-duka perjuangan Rasulullah sepanjang masa awal dakwah Islam. Beliau turut merasakan masa-masa sulit pemboikotan terhadap kaum muslimin di Syi’b Makkah. Beliau katakan, ”Ketika kaum muslimin diboikot dan dikucilkan di Syi’b Makkah, hampir tiga tahun lamanya yang kami makan bersama Rasulullah adalah daun-daunan. Sehingga, kotoran kami menyerupai kotoran domba.” Beliau juga ikut serta dalam perang Badar. Perang di mana beliau harus kehilangan adiknya tercinta, Umair bin Abi Waqqash.

Ujian juga datang dari keluarga beliau. Ketika mengetahui putranya memeluk Islam, ibu Saad marah besar dan mengancam akan mogok makan jika beliau tidak mau kembali kepada agama Quraisy. Namun, hingga ancaman itu dibuktikan selama beberapa hari oleh ibunya, Saad tetap teguh dalam Islam. Sampai-sampai, ibunya pingsan dan dikhawatirkan meninggal pun, Saad tetap tak merubah sikap. Dengan tegas beliau nyatakan, “Wahai ibu. Demi Allah, jika ibu memiliki seratus nyawa sekalipun, dan nyawa itu hilang satu demi satu, aku tidak akan meninggalkan agamaku karena ibu.”

Sikap tegas yang diperlihatkan Saad atas agama yang diyakininya ini mampu meluluhkan hati ibunya hingga mau makan kembali. Tentang peristiwa ini, Allah menurunkan ayat,

“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua ibu-bapaknya, dna jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya.” (Al-Ankabut: 8)

Ahli Panah

Pada perang Uhud, ketika pasukan Islam berhasil diporak-porandakan musuh, Saad termasuk sepuluh orang yang tersisa dan tetap bertahan melindungi Rasulullah. Dengan busur dan panahnya, beliau menghalau musuh yang berusahan menyerang Rasulullah. Di saat-saat genting seperti itu, Rasulullah berseru menyemangati Saad,

ارْمِ سَعْدُ ارْمِ ... فِدَاكَ أَبِيْ وَأُمِّيْ!

“Bidiklah, Saad! Bidik! Demi ayah bundaku sebagai tebusanmu.”

Saad menjadikan kata-kata Rasulullah ini sebagai kebanggaan seumur hidup. Sebab, Rasulullah sampai menyebut kedua orang tuanya sebagai pengorbanan.

Di kalangan para sahabat, saad dikenal sebagai orang yang jago memanah. Bidikannya jarang meleset. Ini berkat doa Rasulullah untuk beliau. Saad menuturkan, bahwa Rasulullah pernah berdoa,

اللَّهُمَّ سَدِّدْ رَمْيَهُ وَ أَجِبْ دَعْوَتَهُ

“Ya Allah, jadikanlah bidikan anak panahnya jitu dan kabulkan doanya.”

Kemudian, Allah mengabulkan doa Rasulullah tersebut. Setiap kali Saad melepas panahnya, pasti tepat mengenai sasaran. Dan juga, setiap kali Saad memanjatkan doa kepada Allah, doanya pasti dikabulkan. Dalam setiap peperangan, beliau mampu mengalahkan lawan.

Dalam tarikh Islam, tercatat bahwa muslim pertama yang membidikkan anak panah dalam peperangan adalah Saad bin Abi Waqqash. Dan sekaligus, beliau pulalah orang pertama yang terkena panah lawan.

Perang Qadisiyah

‘Debut’ terbesar Saad dalam karir militernya ialah kesuksesannya membawa pasukan Islam memenangi pertempuran melawan tentara Persia dalam perang Qadisiyah, di masa kekhilafahan Umar bin Khathab. Perang tersebut menandai runtuhnya kedaulatan Persia sebagai super power dunia kala itu. Segala simbol paganisme habis diberantas sampai ke akar-akarnya.

Untuk menghadapi Persia, Khalifah Umar bin Khathab menulis surat kepada para stafnya di seluruh negeri Islam agar mengirimkan bantuan moral maupun spiritual untuk memperkuat pasukan. Siapa saja yang memiliki senjata, kuda, unta, atau pemikiran, syair-syair, kemampuan pidato, dan lain-lain boleh membantu. Semua aspek disinergikan demi menghadapi kekuatan Persia.

Sejak pengumuman dibuat oleh khalifah, berbagai bantuan pun mulai mengalir ke Madinah. Setelah segala persiapan diniali cukup, khalifah bermusyawarah dengan beberapa sahabat pilihan, untuk menentukan panglima yang akan memimpin pasukan. Semua anggota musyawarah sepakat untuk menyerahkan tampuk kepemimpinan kepada Saad bin Abi Waqqash.

Ketika itu, Saad memimpin segelaran pasukan besar yang berjumlah lebih dari 30.000 personel. Komposisi pasukan itu adalah orang-orang pilihan. Sebab, lawan mereka kali ini pun bukan sembarangan. Di antara jumlah pasukan itu, 99 orang merupakan ahlu (peserta perang) Badar, 318 orang yang pernah hadir dalam prosesi baiat Ridhwan, 300 orang veteran Fathu Makkah dan 700 orang putra-putra sahabat.

Untuk misi besar ini, Saad memilih Qadisiyah sebagai pangkalan militernya. Menjelang perang dimulai, sang panglima jatuh sakit. Kian hari kian bertambah parah dan belum menampakkan tanda-tanda kesembuhan dalam waktu dekat. Keadaan ini tidak memungkinkan beliau menunggang kuda dan memimpin pasukan secara langsung. Akhirnya, beliau mendaulat Khalid bin Arfathah sebagai pengganti beliau di lapangan. Kepada para komandan lapangan, Saad berkirim surat. Bunyinya,

“Aku telah mengangkat Khalid bin Arfathah sebagai penggantiku. Aku berhalangan karena sakit di kakiku dan timbulnya bisul-bisul. Tetapi aku tetap mengarahkan wajah dan diriku untuk mengikuti jalannya pertempuran. Dengarkan dan taati kepemimpinannya, dia yang memerintah tetapi mengerjakan perintahku.”

Perang Qadisiyah berlangsung beberapa hari lamanya. Ketika kedua pasukan berhadapan dan siap saling menyerang, Saad memerintahkan agar pasukan tetap berada di tempat sampai shalat zhuhur usai ditunaikan. Seusai shalat, Saad meneriakkan takbir dengan diikuti oleh suara gemuruh pasukan yang bersiap siaga.

Takbir kedua beliau diikuti oleh pasukan yang segera mengenakan perlengkapan perang. Takbir yang ketiga diikuti pula dan disambut pasukan berkuda yang bersiap diri. Dan barulah pada kode takbir yang keempat, pasukan bergerak ke depan (advance) dan membenamkan diri ke barisan musuh dengan pedang dan tombak di tangan diiringi ucapan,

لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ

“Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah.”

Dengan kepiawaian Saad dalam memimpin pasukan, taktik dan strateginya yang matang, serta berkat taufik Allah, akhirnya tentara Islam meraih kemenangan besar di Qadisiyah. Saad mengirim seluruh laporan peperangan termasuk nama-nama prajurit yang syahid kepada khalifah Umar di Madinah.

Setelah mengambil jeda dua bulan, pasukan Saad melaju ke negeri Persia dan berhasil menguasai ibu kotanya yang terletak di sebelah timur sungai Dajlah, pada bulan Jumadil Awal tahun 15 H. Istana raja Persia mereka masuki dan tempat pemujaan api dalam ruangan istana (yang menjadi pusat pemujaan kaum Majusi) dipadamkan apinya dan diganti dengan dibangunnya sebuah masjid.

Wafatnya Pahlawan Qadisiyah

Saad bin Abi Waqqash hidup hingga usia lanjut. Beliau merupakan sahabat dari kalangan Muhajirin yang meninggal terakhir kali (maksudnya; dari kaum laki-lakinya). Ketika menjelang wafat, beliau mempersiapkan peti simpanannya. Peti itu berisi jubah tua yang dikenakannya dalam perang Badar dahulu. Beliau meminta seseorang mengambilkan peti itu dan berpesan,

“Bila aku mati, kafanilah aku dengan jubah wol ini. Dulu aku memakainya saat melawan kaum musyrikin pada perang Badar. Dan aku sengaja menyimpannya karena aku ingin menghadap Allah dengan mengenakannya.”